Ahad, 29 Jun 2025

TUJUH MARTABAT NAFSU: JALAN SUNYI MENUJU ALLAH

 


Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya."
(Hadis riwayat al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman)
Di antara jalan paling sunyi dan sulit dalam kehidupan spiritual adalah jalan menuju Allah. Ia bukan jalan luar, melainkan jalan ke dalam menelusuri lapisan demi lapisan diri, hingga sampai pada hakikat ruhani yang paling murni.
Jalan ini disebut oleh para arif sebagai suluk, dan salah satu poros utamanya adalah: penyucian nafsu.
Melalui peningkatan martabat nafsu dalam diri, manusia dapat beranjak dari gelapnya keakuan menuju terang cahaya Ilahi. Dari dorongan rendah yang membelenggu jiwa, menuju kemurnian batin yang menjadi cermin tempat Allah tampak.
Para arif billah mengajarkan bahwa jalan peningkatan jiwa dari gelapnya syahwat menuju cahaya kesempurnaan mesti dilalui dengan menapaki tujuh martabat nafsu. Tujuh tangga kesadaran batin, satu demi satu, menuju hadirat Tuhan.
° Tujuh martabat itu adalah:
1. Nafsu Ammarah
2. Nafsu Lawwamah
3. Nafsu Mulhamah
4. Nafsu Muthmainnah
5. Nafsu Radhiah
6. Nafsu Mardhiah
7. Nafsu Kamilah
-Setiap martabat bukan sekadar istilah,
tapi pancaran cermin batin yang terus diseka dalam suluk panjang. Ia adalah jalan sunyi dari rimba gelap syahwat menuju taman cahaya yang bersemi di bawah naungan ridha Ilahi.
Mari kita renungi satu per satu:
1. Nafsu Ammarah
Perangai orang pada martabat nafsu ini selalu memperturutkan kehendak hawa nafsu dan bisikan syaitan. Kerana itu, nafsu amarah ini kerjanya senantiasa menyuruh berbuat maksiat, baik ia tahu perbuatan itu jahat atau tidak. Bagi dia, baik dan buruk adalah sama saja. Kejahatan dipandangnya tidak menjadikan apa-apa bila dikerjakan. Dia tidak mencela kejahatan, bahkan sebaliknya selalu sinis dan suka mencela segala bentuk kebaikan yang diperbuat orang lain.
Nafsu ammarah ini adalah derajat yang paling rendah sekali, sangat berbahaya, serta merugikan diri pribadi yang sekaligus akan menyeretnya ke lembah kehinaan.
"Jangan sibuk mengubah dunia, sebelum engkau jinakkan binatang dalam dirimu sendiri."
_-Sifat-sifat orang pada martabat nafsu amarah:
Bakhil atau kikir
Tamak dan loba kepada harta benda
Berlagak sombong dan takabbur (membanggakan diri)
Suka bermegah-megahan dan bermewah-mewahan
Ingin namanya terkenal dan populer
Hasad dan dengki
Berniat jahat dan khianat
Lupa kepada Allah SWT
Dan lain-lain sifat tercela
Dzikir pada maqom ini:
Dzikir “nafi dan isbat” dan banyak mengingat Allah ketika berdiri, duduk, dan berbaring, disamping zikrul maut (ingat pada mati).
Namun ketika cahaya kesadaran mulai menyelinap ke hati, dan ia menangis dalam kesendirian atas maksiat yang pernah ia lakukan, itulah pertanda ia mulai berpindah ke Nafsu Lawwamah
•••••
2. Nafsu Lawwamah
Orang pada martabat nafsu ini suka mengritik atau mencela kejahatan dan membencinya. Apabila ia terlanjur berbuat kejahatan, ia lekas menyadari dan menyesali dirinya. Memang dia menyukai perbuatan baik, tapi kebaikan ini tidak dapat dipertahankan secara terus menerus, karena dalam hatinya masih bersarang maksiat-maksiat batin.
Meskipun hal ini diketahuinya tercela dan tidak disukainya, namun selalu saja maksiat batin itu menyerangnya. Sehingga apabila kuat serangan maksiat batin itu, maka sekali-kala dia berbuat maksiat dzahir karena tidak mampu melawannya. Meskipun demikian, dia tetap berusaha menuju keredhaan Allah sambil mengucap istighfar memohon ampun dan menyesal atas kemaksiatan yang diperbuatnya.
"Ia mulai mengenal Allah, tapi masih sering berdamai dengan musuh dalam dirinya sendiri."
_-Sifat-sifat nafsu lawwamah:
Menyadari kesalahan diri atau menyesal berbuat kejahatan
Timbul perasaan takut kalau bersalah
Kritis terhadap apa saja yang dinamakan kejahatan
Heran kepada diri sendiri, mengira dirinya lebih baik dari orang lain (ujub)
Memperbuat suatu kebaikan agar dilihat dan dikagumi orang (riya’)
Menceritakan kebaikan yang telah diperbuatnya supaya mendapat pujian orang (sum’ah)
Dan lain-lain sifat tercela dalam hati
Dzikir pada maqom ini:
Perbanyak dzikir qolbu atau hati. Dzikir lisan atau lidah sudah berpindah masuk ke dalam hati sehingga hati hidup bergerak dengan zikir tanpa menggunakan lidah lagi.
Dan ketika istighfarnya bukan sekadar ucapan, tapi getaran dari jiwa yang haus akan perjumpaan dengan Allah, maka ilham mulai menyapa.
Ia pun naik menuju Nafsu Mulhamah.
•••••
3. Nafsu Mulhamah
Martabat nafsu mulhamah ini adalah nafsu yang sudah menerima latihan beberapa proses pensucian dari sifat-sifat hati yang kotor dan tercela melalui cara kehidupan orang-orang tasawwuf (sufi).
Orang pada martabat nafsu mulhamah ini boleh dikatakan baru mulai masuk tingkat kesucian, baru mulai mencapai fana, tetapi belum teguh dan mantap karena ada kemungkinan sifat-sifat terpuji itu akan lenyap dari dirinya.
"Ia melihat cahaya, tapi belum lebur ke dalamnya. Ia masih 'ada' dalam rasa sudah dekat."
_-Sifat-sifat nafsu mulhamah:
Tidak menyayangi harta benda (pemurah)
Merasa cukup dengan apa yang ada (qona’ah)
Mempunyai ilmu laduni, yaitu ilmu yang didapat dari ilham
Timbul perasaan merendahkan diri kepada Allah (tadlarru’)
Taubat, memohon ampun kepada Allah dari dosa
Sabar dalam segala hal yang menimpa
Tenang menghadapi segala kesulitan
Dzikir pada maqom ini:
Perbanyak dzikir sir (rahasia). Ketika berdzikir, hadirkan “Wujud Allah” yang mutlak, karena tiada wujud yang mutlak melainkan Allah.
Saat ilham dari Allah makin terang, dan ketaatan mulai menjadi kebutuhan, bukan paksaan, maka jiwa pun tenang dalam takdir dan mulai menyentuh Nafsu Muthmainnah
•••••
4. Nafsu Muthmainnah
Apabila orang pada martabat nafsu mulhamah tetap dalam proses mencapai maqam hakikat dan ma’rifat, maka akan melekatlah di lubuk hatinya sifat-sifat terpuji itu, dan terkikis habislah sifat-sifat yang tercela. Maka pada waktu itulah dia masuk ke dalam martabat nafsu muthmainnah.
Nafsu ini adalah sebagai permulaan mencapai derajat sufi atau wali. Orang yang telah mencapai martabat nafsu ini senantiasa merasa hatinya seolah-olah berada bersama Allah (ma’allah).
Ia memandang ujian sebagai undangan, dan musibah sebagai tanda cinta-Nya."
_-Sifat-sifat nafsu muthmainnah:
Pemurah dan suka bersedekah
Menyerahkan diri kepada Allah (tawakkal)
Bersifat arif dan bijaksana
Kuat beramal dan kekal mengerjakan sholat
Mensyukuri nikmat dengan membesarkan Allah
Menerima dengan rasa puas apa yang dianugerahkan Allah (ridha)
Taqwa kepada Allah (taqwallah)
Dan lain-lain sifat yang mulia
Dzikir pada maqom ini:
Dzikir tetap hidup dalam rahasia (sir), yaitu batin bagi ruh.
Ketika ketenangan jiwa itu disertai cinta dan penerimaan penuh terhadap semua keputusan Allah, maka jiwa pun naik lebih tinggi menjadi Nafsu Radhiyah.
•••••
5. Nafsu Radhiyah
Martabat ini lebih tinggi dari nafsu muthmainnah. Nafsu radhiah ini sangat dekat dengan Allah dan menerima dengan perasaan ridha segala hukum Allah.
Segala masalah kehidupan duniawi sama saja bagi para wali martabat ini. Nilai uang sama saja dengan kertas biasa. Mereka tidak takut kepada siapapun, dan tidak bersedih hati atas penderitaan seperti orang awam.
"Ia tidak pernah merasa zuhud, sebab ia telah lupa bahwa ia tengah berzuhud."
_-Sifat-sifat nafsu radhiah:
Zuhud dari dunia
Ikhlas kepada Allah
Wara’ dalam ibadat
Meninggalkan segala sesuatu yang bukan pekerjaannya
Menunaikan dan menetapkan hukum-hukum Allah
Dan lain-lain perangai mulia dan terpuji
Kesadaran hati:
Seolah-olah ia berada dalam Allah (fillah). Dzikirnya hidup dalam persembunyian rahasia (sirrus sirr).
Dzikir pada maqom ini:
Dzikir Sirrus-Sirr dzikir batin terdalam, tersembunyi dalam keheningan.
Dan ketika Allah telah melihat hatinya bersih dari protes, dan ia tidak meminta selain ridha Allah, maka Allah pun membalasnya dengan ridha mengangkatnya ke Nafsu Mardhiah
•••••
6. Nafsu Mardhiah
Martabat ini lebih tinggi dari nafsu radhiah, karena segala perilaku, baik perkataan maupun perbuatan orang pada martabat ini, adalah diredhai Allah.
Jiwanya, perasaannya, lintasan hatinya, gerak-geriknya, pendengarannya, penglihatannya, perkataannya, semua itu diredhai Allah.
"Ia bukan sedang berjalan menuju Allah ia telah sampai, tapi terus berjalan karena cinta."
_-Sifat-sifat nafsu mardhiah:
Akhlak mulia seperti Nabi-nabi
Ramah dalam pergaulan sebagaimana perangai para Nabi
Senantiasa merasa berdampingan dengan Allah
Selalu berfikir tentang kebesaran Allah
Ridha dengan semua pemberian Allah
Dan lain-lain budi pekerti yang luhur
Kesadaran hati:
Seolah-olah dalam keadaan dengan Allah (billah), terus mengambil ilmu dari Allah, setelah fana’, kembali ke maqam baqa’, hidup di tengah masyarakat untuk menuntun ke jalan Allah.
Dzikir pada maqom ini:
Hidup dalam persemadian rahasia (khafi), yaitu batin bagi “sirrus sirri”.
Dan ketika jiwa ini tak lagi punya kehendak selain kehendak-Nya, hidupnya menjadi cermin keindahan-Nya, maka ia pun tiba di puncak: Nafsu Kamilah
•••••
7. Nafsu Kamilah.
Martabat ini adalah yang tertinggi dan paling istimewa, karena ia menghimpun antara batin dan lahir, antara hakikat dan syariat. Inilah maqam Baqa Billah atau Kamil Mukammil atau Insanul Kamil.
Ruh dan hatinya kekal dengan Allah, tetapi lahirnya hadir bersama masyarakat, menjadi pemimpin dan pembina umat menuju keridhaan Allah. Bahkan saat tidur pun hatinya tidak lalai dari musyahadah kepada Allah.
"Ia tak meminta maqam tinggi, tak butuh karamah cukup Allah, dan cukuplah Allah."
Kesadaran hati:
Hidup dalam musyahadah setiap waktu. Gerak-gerinya adalah ibadah semata-mata. Maqam ini disebut maqam khawasul khawas tidak bisa dinilai dengan apa pun di dunia.
Dzikir pada maqom ini:
Hidupnya adalah dzikir. Tak ada lagi dikotomi antara ibadah dan dunia, sebab semuanya adalah jalan kembali.
Oleh itu, perkuatkan amal soleh. Usahalah mencapai tingkatan martabat nafsu paling tinggi, bukan kerana ingin darjat wali atau karomah, tapi kerana ingin kan Allah semata-mata.
Wallahu a'lam bishawab.
•═══◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═══•
Catatan Penting.!
Dzikir-dzikir yang disebutkan dalam penjelasan tujuh martabat nafsu di atas adalah dzikir khawas (dzikir khusus) yang biasa diberikan dalam jalan suluk oleh seorang Mursyid kamil dalam thariqah yang mu’tabarah.
Tidak dianjurkan untuk diamalkan sendiri tanpa talqin (pengajaran langsung dari guru mursyid), karena:
Dikhawatirkan menyebabkan kebingungan batin atau gangguan spiritual,
Tanpa bimbingan, seseorang bisa terjebak dalam was-was, ujub, atau pengalaman batin yang tidak ia pahami,
Dzikir-dzikir khawas punya pintu dan aturan khusus yang hanya dibuka oleh guru ruhani.
Maka bagi yang belum pernah menerima talqin dzikir dari guru mursyid, cukup istiqamah dengan dzikir umum seperti:
“Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, La ilaha illallah”
Yang disunnahkan oleh Nabi ï·º dan diperbolehkan untuk semua kalangan.
Tulisan ini ditujukan sebagai kontemplasi dan peta spiritual, bukan sebagai panduan amalan praktis tanpa bimbingan.

Sumber dari Prawira Fadil

Sabtu, 28 Jun 2025

AKU HANYALAH PENCINTA.

 

AKU HANYALAH PENCINTA.
Aku tidak memiliki nama agama, didiriku tidak melekat nama agama apapun, karena aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama.
Aku tidak memiliki nama rumah ibadah apapun, diriku tanpa nama rumah ibadah, karena aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama.
Aku tidak memiliki gelar keagamaan apapun, dinamaku tidak ada gelar keagamaan apapun, karena aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama.
Aku tidak memiliki nama mazhab apapun, nama mazhab telah aku tinggalkan, karena aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama.
Aku tidak memiliki nama simbol agama apapun, simbol agama telah aku tinggalkan, karena aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama.
Aku tidak memiliki nama pemuka agama apapun yang dikultuskan, karena aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama.
Aku tidak memiliki nama organisasi apapun, tidak ikut satupun organisasi agama, karena aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama.
Aku tidak memiliki nama pakaian agamis apapun, semua nama pakaian agamis telah aku buang, karena aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama.
Aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama, maka dari itu jangan tanya agama dan etnis aku apa.
Aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama, maka dari itu jangan tanya nama rumah ibadahku apa.
Aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama, maka dari itu jangan tanya aku suni atau syiah, jangan tanya mazhabku apa.
Aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama, maka dari itu jangan tanya nama kitab suciku apa.
Aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama, maka dari itu jangan tanya aku timur atau barat atau lainnya.
Aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama, maka dari itu jangan tanya kepadaku semua nama ritual2 yang ada.
Aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama, maka dari itu jangan tanya kepadaku tentang bidadari, surga dan neraka.
Ya Tuhan ku Yang Maha Cinta,
Aku hanyalah pencinta dan cinta tidak punya nama.

Sumbrt dari Rof Sin

Isnin, 23 Jun 2025

Perjalanan seorang murid

 

Ada waktu tertentu dalam perjalanan seorang murid, dia akan terasa seperti tidak memahami apa yang guru ajarkan secara lisan, tidak mengerti mengapa sesuatu amalan atau zikir itu diajar, dan tidak juga merasa kemanisan yang disebut-sebut oleh para ikhwan terdahulu. Tetapi bila dia berpeluang bermusafir bersama gurunya, walau hanya dalam satu perjalanan yang singkat, tiba-tiba segala kefahaman itu terbuka.
Musafir bersama guru bukan sekadar perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Ia adalah medan suluk yang tidak tertulis di dalam kitab. Ia adalah halaqah hidup di mana guru memperlihatkan tarekat dalam bentuk perbuatan, kesabaran, kejujuran, tawakkal, dan adab yang tidak mungkin dapat diajar melainkan disaksikan sendiri.
Dalam musafir itulah seorang murid mula melihat bagaimana guru mengurus waktu, menjaga zikir dalam perjalanan, bersifat tenang ketika berlaku kesilapan orang lain, menghulurkan tangan membantu walau sudah penat, dan paling penting bagaimana guru tetap tidak lalai dari Allah walau dalam keadaan ramai dan sibuk. Di sinilah murid belajar bukan hanya daripada kata-kata, tetapi daripada kehidupan seorang mursyid itu sendiri.
Dan lebih dari itu, dalam musafir itu terbuka banyak peluang untuk murid berkhidmat. Membawa beg, menyediakan tempat duduk, menemani waktu rehat, mengambil makanan, menyelaras jadual dan semua ini kelihatan kecil tetapi menjadi sebab turunnya rahmat dan futuh. Ramai yang tidak faham, bahawa dalam khidmat yang ikhlas, tersembunyi madad yang besar.
Perjalanan yang asalnya kelihatan biasa akhirnya menjadi medan yang membuka makna seluruh perjalanan tarekat. Kadang-kadang hanya selepas satu musafir, murid berubah menjadi seseorang yang lebih tenang, lebih faham, lebih rapat dengan guru dan lebih kuat pada zikirnya. Ia seperti diberi satu ‘rasa’ baru, yang tidak diperolehi daripada duduk belajar semata.
Kerana itu, apabila guru menyebut untuk bermusafir, maka jangan ditolak. Walau penat, walau ada hal, walau rasa seperti tak penting, jangan ditolak. Itu adalah undangan rahsia yang mengubah banyak perkara. Sebahagian daripada ahli tarekat yang mendapat kedudukan di sisi guru adalah mereka yang dahulu pernah bersama guru dalam musafir-musafir penuh ujian.
Mereka tidak minta dikenali. Tetapi mereka dikenang oleh guru. Dan nama mereka disebut dalam doa yang tidak diketahui oleh manusia, tetapi diketahui oleh langit.

Mencari sempurna pada manusia,

 

Mencari sempurna pada manusia,
adalah kehinaan paling sunyi,
kerana Allah itu satu-satunya puncak,
yang tahu isi hati, tahu bila mahu diganti.
Bantuan itu hadir bila jiwa terhimpit,
bukan untuk jadi hamba sepanjang hayat,
ajar diberi bukan jadi waran abadi,
bila tahu, belajarlah… jangan hanya menanti.
Ilmu itu suluh hidup,
bukan mainan lidah orang yang lemah akal,
dan bila insan menyuluh jalur gelapmu,
jangan jadi sebab dia padamkan pelita harapmu.
Kerana ada yang setelah dibantu,
mendaki ego lalu berkata:
“Sabarlah mendidikku...”
tapi dirinya enggan tunduk, keras tak berdosa.
Berapa ramai sanggup terus memberi,
bila setiap teguran disambut caci?
Ingatlah, tak semua mampu kekal di sisi,
bila kau sendiri menolak cahaya yang diberi.
Suluhlah diri — sebelum menuding jari,
kerana kesempurnaan itu,
hanya milik Ilahi.

Buat mereka yang sedang belajar menjadi kuat —
jangan biarkan keikhlasanmu dibunuh oleh ketamakan orang lain.
Dan jangan biarkan pertolonganmu menjerut jiwa sendiri.
Teruskan berbuat baik… tapi tahu bila untuk berhenti.

Jumaat, 20 Jun 2025

MEMBEDAH PIKIRAN SEBAGAI ALAT UNTUK BUMI_

 

MEMBEDAH PIKIRAN SEBAGAI ALAT UNTUK BUMI_
"Pikiran adalah alat untuk bumi"
Artikel ini menyajikan analisis mendalam tentang
"batas pikiran manusia" dalam memahami realitas transenden (langit) versus realitas duniawi (bumi).
Berikut pembedahan strukturnya,
1. DIKOTOMI PIKIRAN Vs LANGIT_
- Pikiran (alat bumi) :
Di rancang untuk hal-hal terbatas : seperti ruang, waktu,
sebab akibat, bentuk, warna, dan logika.
- Berguna untuk ; sains, tekhnologi, perencanaan,
komunikasi dan pemecahan masalah.
- Keterbatasannya ; Gagal memahami realitas di luar
dimensi fisik.
- Lagit (realitas Transenden) : Tak terhingga,
tak terbatas, melampaui logika.
Di sini "langit", sebagai simbol dari "realitas keTuhanan" yang tak terjangkau konsep manusia.
- Simpulan : Pikiran seperti kalkulator, efektif menghitung,
Namun terkadang tak memahami filsafah.
2. CONTOH KEGAGALAN PIKIRAN_
- Ayat "Laysa kamitslihi syai'un" (Qs, As Syura : 11)
- Makna ; "Tak ada sesuatu pun menyerupai-Nya".
- Pukulan bagi pikiran ;
Pikiran hanya bisa membayangkan berdasarkan memory indrawi seperti (bentuk, warna dan suara),
Saat mencoba membayangkan Tuhan, yang tercipta hanyalah "Proyeksi ego" seperti konsep, teori dan visualisasi.
Namun dari segi paradoks, pikiran tahu Tuhan tak terbayang, tapi tetap memaksa diri. sedangkan Analoginya ; adalah ibarat seperti kucing yang mencoba memahami internet namun alatnya (pikiran) tak memadai.
3. EGO PIKIRAN_
- Sifat egois pikiran ; tak mau mengakui keterbatasan.
- Terus memproduksi konsep demi rasa kontrol.
- Kebenaran tertinggi hanya bisa di alami tatkala ; pikiran baru diam saat kebenaran hadir secara langsung.
-Reaksinya saat bertemu REALITAS ILAHI_
Lumpuh, bisu, diam dan hancur. bukan karena paksaan, tapi "Kesadaran akan ketidakberdayaan".
Sedang Metafora_nya ; Lilin padam saat matahari terbit bukan karena kalah, tapi tak di butuhkan.
4. HAKIKAT "LAYSA" (Ketidak-terbandingkan).
Wujud Tuhan bukan ketiadaan, tapi "keberadaan mutlak" yang tak bisa ;
- Di bandingkan (no comparison).
- Di bayangkan (no imagination).
- Di dekati alat bumi (no earthly tools).
Namun hanya bisa di sentuh oleh "kesadaran" yang melampaui ego, dan melebur dalam kehampaan yang penuh dengan_
(kosong dari diri, dan hanya di penuhi oleh Ilahi).
Sedangkan di lihat dari segi :
-Kontras ;
bahwa pikiran itu ibarat lampu senter,
(menerangi ruang gelap, tapi terbatas).
-Kesadaran murni ;
mata yang beradaptasi dengan kegelapan.
5. JALAN PEMAHAMAN SEJATI_
Jalan pemahaman sejati bukan melalui pikiran, tapi ..
- PENGOSONGAN (Takhalli), yakni mengosongkan diri
dari konsep.
- PENYAKSIAN (Musyahadah), hadirkan hati dalam
keheningan.
- PENYERAHAN TOTAL (taslim), Pasrah tanpa syarat.
Peran pikiran yang benar,
adalah kembali sebagai alat bumi. Saat langit terbuka, biarkan "kesadaran murni" yang menuntun ke Ilahi.
Sabda sufi ;
"Pikiran adalah penjara, sedangkan kesadaran
adalah sayap".
Poin kritis teks ;
1. Delegitimasi konsep ke_Tuhanan, mengatakan
bahwa Semua konsep tentang Tuhan adalah reduksi,
seperti peta yang bukan wilayah sesungguhnya.
2. Kematian ego intelektual,
seperti pikiran harus "mati" sebelum jiwa "hidup"
dalam pengalaman hakiki.
3. Bahasa pengalaman vs bahasa konsep,
- pemahaman sejati lahir dari "dzauq" (rasa),
bukan akal (logika).
"Siapa yang menyangka terserap dalam Tuhan, maka
ia masih terpisah,
Dan barang siapa yang tak menyangka,
maka ia telah terserap" (Ibnu Arabi)_
"Bunuh akalmu,
karena akal adalah rantai bagi jiwa merdeka" (rumi)_
"Bukan dengan berpikir bahwa aku adalah DIA, tapi
dengan berhenti berpikir, aku adalah ini .."
(advaita vedanta)_
Kesimpulan esensial :
"Bahwa pikiran itu adalah perahu untuk menyusuri sungai bumi. tapi sampai di samudera langit, ia harus di tinggal agar kita bisa berenang dalam keAbadian".
Pikiran : bumi
Kesadaran : langit
Pemahaman tertinggi terjadi,
saat pikiran diam dan kesadaran menyatu dengan realitas tanpa perantara.

Adab Murid terhadap Guru (Syaikh) dalam Ilmu Tasawuf dan Pendapat Para Ulama Sufi

 

Adab Murid terhadap Guru (Syaikh) dalam Ilmu Tasawuf
dan Pendapat Para Ulama Sufi
____________
Dalam dunia tasawuf, hubungan antara murid (salik) dan guru (syaikh atau mursyid) bukan sekadar hubungan antara pelajar dan pengajar, tetapi ikatan rohani yang dalam, penuh adab, penghambaan, dan kasih sayang. Adab seorang murid terhadap guru bukanlah sekadar etika lahiriah, melainkan pantulan kesiapan batin untuk menerima limpahan cahaya ilahi yang dialirkan melalui sang guru.
Jalan Menuju Tuhan: Tidak Sendirian
Tasawuf memahami bahwa jalan menuju Allah bukan jalan yang bisa ditempuh sendiri. Oleh sebab itu, seorang salik memerlukan seorang mursyid, sebagaimana seorang pasien memerlukan tabib. Tanpa bimbingan, bisa jadi seorang murid tersesat oleh bisikan hawa nafsu atau tipu daya spiritual yang halus.
Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin berkata:
"Barang siapa tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah setan."
Ucapan ini menegaskan pentingnya seorang pembimbing rohani yang mumpuni dalam membimbing perjalanan jiwa.
Adab: Kunci Penerimaan Ilmu dan Cahaya
Para ulama sufi mewajibkan adab terhadap guru bukan hanya karena kehormatan pribadi sang guru, melainkan karena adab adalah pintu masuk keberkahan dan futuhat (pembukaan ilahi). Dalam kitab Risalah Qusyairiyah, Imam Al-Qusyairi menuliskan:
"Adab adalah awal jalan, tengahnya, dan akhirnya."
Adab murid terhadap syaikh mencakup:
1. Tunduk dan Taat
Seorang murid tidak boleh membantah guru dalam perkara spiritual, meski secara akal terlihat ganjil. Sebagaimana murid Nabi Khidr, Nabi Musa diuji dalam ketaatan dan kesabaran. Mursyid, bagi salik, adalah cermin kehendak Ilahi.
2. Menjaga Lisan dan Tatapan
Murid hendaknya menjaga pandangannya, tidak memandangi guru dengan penuh selidik, tidak membantah atau memotong pembicaraan, bahkan tidak menyebut nama guru secara sembarangan tanpa gelar penuh hormat.
3. Tidak Membandingkan Guru
Dalam kitab Adab al-Muridin, Syaikh Abdul Wahhab as-Sya’rani berkata:
"Barang siapa membanding-bandingkan mursyidnya dengan orang lain, maka ia telah mengoyak hijab adab dan tidak akan sampai kepada hakikat."
4. Melayani dengan Ikhlas
Sebagian murid sufi dahulu menimba air, menyapu zawiyah (tempat tinggal guru dan murid), bahkan memasak untuk guru mereka. Itu bukan bentuk perendahan, tetapi latihan membunuh ego demi pengosongan hati dari kesombongan.
5. Menerima Teguran dan Ujian
Syaikh Ibn ‘Atha’illah berkata dalam Hikam:
"Jika Allah ingin engkau sampai kepada-Nya, maka Dia akan membuka pintu celaan manusia atasmu dan menutup pintu pujian terhadapmu."
Melalui mursyid, terkadang seorang murid diuji melalui celaan atau perlakuan yang tampak keras, agar luruh keakuannya.
Kisah-Kisah Para Murid dan Guru
Imam Junaid al-Baghdadi, seorang sufi besar, berkata:
"Aku tidak berbicara tentang tasawuf sebelum guruku, Sari as-Saqathi, mengizinkan. Beliau membimbingku selama 20 tahun dalam diam."
Begitu pula Rabi’ah al-Adawiyah, sufi wanita terkenal, meskipun penuh karamah dan hikmah, ia tetap rendah hati dan menghormati para guru serta sesama muridnya.
Adab sebagai Jalan Ma’rifat
Dalam tradisi sufi, adab bukanlah formalitas, tetapi sebuah maqam ruhani. Siapa yang menjaga adab terhadap syaikhnya, maka Allah akan menjaganya dalam perjalanannya menuju-Nya. Dalam kata lain, adab adalah pembuka pintu ma’rifat.
Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Ahmad Zarruq:
"Syarat keberhasilan dalam suluk ada tiga: mursyid yang arif, murid yang memiliki adab, dan istiqamah dalam zikir serta ibadah."
Dengan adab yang benar, ilmu tidak hanya masuk ke dalam akal, tetapi menetap di dalam hati dan mewujud dalam laku. Maka seorang salik, dengan tunduk dan hormat, bersujud bukan hanya kepada Allah di sajadah, tetapi juga di hadapan ilmu dan pembimbing yang membawanya menuju-Nya.
Penjelasan di atas hanyalah pemaparan secara umum. Untuk lebih detailnya, seorang salik mesti mencari sendiri dan menyesuaikan juga dengan karakter dhohir mursyidnya.

Sumber dari Kisah Sufistik

TUJUH MARTABAT NAFSU: JALAN SUNYI MENUJU ALLAH

  TUJUH MARTABAT NAFSU: JALAN SUNYI MENUJU ALLAH Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya." (Hadis riwayat al-Baih...